-
Gharami Shahih, Qasidah tentang Musthalah Hadits
Hebatnya qasidah ini, meski hanya 20 bait, tapi Imam besar sekelas Syarafuddin al-Yunini (701 H) dan Syarafuddin al-Dimyathi (705 H) membaca kitab ini kepada penulisnya Imam Ahmad bin Farah al-Isybili al-syafi’i (699 H) Diantara baitnya: غرامي صحيح و الرجا فيك معضل و حزني و دمعي مرسل و مسلسل “Cintaku padamu benar, tapi harapanku kepadamu telah terputus. Kesedihanku dan air mataku terus mengalir berkelanjutan tanpa terputus.”
-
AKHIR HAYAT IMAM SYAFI’I
ويروى عن المزني، قال: دخلت على الشافعي رضي الله عنه في علته التي مات منها، فقلت له: كيف أصبحت؟ قال: أصبحت في الدنيا راحلا، وللإخوان مفارقا، ولكأس المنيّة شاربا، ولسوء عملي ملاقيا، وعلى الله واردا، فلا أدري: أروحي تصير إلى الجنة فأهنيها، أم إلى النار فأعزيها؟ ثم بكى Ketika Imam al-Syafi’i sedang sakit menjelang wafat, murid beliau al-Muzani datang menjenguknya lalu bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaan Anda saat ini?”
-
PERJALANAN CINTA
Hal terpenting dalam mengkaji kitab ilmu hadits bukanlah selesainya membaca kitab, melainkan tumbuhnya rasa cinta, kerinduan, dan rasa penasaran. Cinta terhadap hadits Rasulullah, rindu meneladani perjalanan hidupnya, dan penasaran mengkaji lebih dalam ilmunya. Kalau tanpa cinta, al-Khathib al-Baghdadi tidak akan melakukan perjalanan heroik. Dalam kitabnya ar-Rihlah fi Thalab al-Hadits mengisahkan perjalanan panjang menuntut ilmu, mencari kebenaran. Menyusuri kota-kota yg berjauhan demi memastikan apakah benar itu sabda Rasulullah ﷺ.
-
PERBUDAKAN, MASIH MUNGKIN ADA KAH?
Pada kajian hadits ahkam Bulughul Maram kitab al-Buyu’ beberapa bulan silam (22/10/2018) masuk pembahasan budak (hadits ke-10 di Kitab al-Buyu’) Dari hadits tersebut dapat disimpulkan 3 hal: (1) dalil jual beli kredit (kasus budak mukattab); (2) syarat yang bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah maka bathil (al-wala’ milik bagi yang membebaskan); dan (3) Islam mengakui jual beli budak saat itu (budak sebagai barang). Aspek ekonominya mudah dipahami. Nah, kemudian muncul pertanyaan tentang perbudakan dalam Islam yang sering kali disalahpahami; masih mungkin ada kah praktik perbudakan?
-
Propaganda Anti Jilbab, Upaya Mendistorsi Ajaran Islam
Oleh: Yuana Ryan Tresna Pendahuluan Propaganda anti-jilbab hakikatnya adalah upaya mendistorsi ajaran Islam. Karena kewajiban menutup aurat, kewajiban mengenakan kerudung dan jilbab, dan kewajiban menjaga kehormatan pada perempuan muslimah adalah perkara yang tidak ada perselisihan di kalangan ulama. Artinya, ini adalah perkara yang muttafaq ‘alaihi (para ulama menyepakatinya), bukan mukhtalaf fihi (para ulama berbeda pendapat di dalamnya). Umat Islam harus sama pada perkara yang muttafaq, tidak boleh ada perbedaan. Sebaliknya, umat Islam seharusnya toleran pada perkara yang mukhtalaf, tidak perlu disamakan. Jika ada yang menyelisihi kewajiban menutup aurat, mengenakan kerudung dan jilbab, dan menjaga kehormatan, maka dipastikan pendapatnya syadz bahkan munkar. Tidak menutup aurat, dan tidak berkerudung dan berjilbab, adalah bentuk kemaksiatan. Namun penolakan pada perintah untuk menutup aurat, berkerudung…
-
BELAJAR KESUNGGUHAN DARI TSUMAMAH BIN UTSAL AL HANAFI RA.
(Pesan Dakwah di Balik Embargo Ekonomi atas Orang-Orang Kafir Quraisy) Oleh: Yuana Ryan Tresna Seorang pemuda pernah bertanya kepada al-Syaikh al-Qadhi Taqiyyuddin an-Nabhani rahimahullah terkait dengan kunci sukses dalam sebuah aktivitas. Kemudian beliau memberikan tiga pesan: (1) al-iman/al-tsiqah bil fikrah (keyakinan kepada fikrah/gagasan); (2) al-jiddiyyah (keseriusan dan kesungguhan mewujudkan gagasan); dan (3) al-mutaba’ah (monitoring aktivitas sampai terealisasi dengan benar). Keyakinan pada gagasan yang dibawa adalah perkara yang amat penting. Contoh terbaik dalam ini adalah Rasulullah dan para shahabatnya. Mereka begitu yakin atas ajaran baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ. Sayyiduna Ali misalnya, saat berhadap dengan kafir Quraisy menyimpan satu keyakinan: bahwa saya akan mengalahkan kamu. Juga mentransfer keyakinan tersebut…
-
PENGEMBAN DAKWAH, JADILAH KESATRIA!
(Mengambil Pelajaran dari Lafazh “Rijal”/Laki-laki dalam Beberapa Ayat al-Quran) Oleh: Yuana Ryan Tresna Penyebutan “rajul” (bentuk tunggal) atau jamaknya “rijal” (yang artinya laki-laki) mengandung pengertian yang mengisyaratkan kepada tugas mereka yang luhur dan tekadnya yang tinggi. Seseorang disebut “rijal” karena melekat sifat sebagai kesatria. Uniknya, kata “Rijal” kadang tidak hanya merujuk kepada laki-laki, tetapi juga kepada perempuan yang memiliki sifat tertentu. Di dalam al-Qur’an, penggunaan kata “rijal”, “rajul”, atau yang seakar kata dengannya, sangatlah banyak. Kalau kita perhatikan, maknanya identik dengan kebaikan. Diantaranya adalah terkait dengan ketaatan, kepemimpinan, tanggung jawab nafkah, pemakmur masjid, orang yang selalu berdzikir, kepahlawanan, dll. Pada kesempatan ini, saya hanya akan mengungkapkan ciri “rajul” atau “rijal”…
-
Kehujjahan Hadits Puasa Enam Hari Bulan Syawal
Oleh: Yuana Ryan Tresna (Catatan Tahun 1439 H) Ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa hadits puasa enam hari di bulan Syawal adalah dhaif dan tak layak diamalkan. Benarkah demikian? Jika kita mengkaji hadits ini, maka akan tampil peta pembahasan yang amat panjang dan cukup melelahkan. Belum lagi kalau ditinjau dari sisi fiqihnya. Berikut adalah deskripsi ringkasnya: Pertama, hadits Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ» Hadits dari Abu Ayyub ini diriwayatkan dengan empat jalan.
-
IDUL FITRI: MAKNA SESUNGGUHNYA KEMENANGAN
Oleh: Yuana Ryan Tresna Pendahuluan Ramadhan tahun 1441 H adalah momen yang istimewa. Umat Islam harus menjalankan berbagai kewajiban di bulan Ramadhan dalam situasi wabah Covid-19 yang menyebar di banyak negara di dunia. Umat Islam tidak leluasa menyiarkan agamanya, Ramadhannya, dengan pertemuan langsung dalam berbagai ibadah. Misalnya, shalat tarawih berjamaah di masjid, kemeriahan peringatan Nuzulul Quran, Shalat Idul Fitri di lapangan, dan silaturrahim mengujungi kerabat. Semua harus disesuaikan dengan kondisi di daerahnya. Namun hal itu rupanya membuat umat Islam kreatif mencari alternatif lain, baik secara fiqih maupun secara teknis. Semua hal itu bukanlah tolok ukur keberhasilan dan kemenangan kita melewati bulan pendidikan, Ramadhan. Kemenangan Idul Fitri adalah saat kita naik…
-
MENCINTAI NABI, MENCINTAI SYARIAHNYA
Pada bulan yang istimewa ini, kaum Muslim senantiasa memperingati momentum maulid Nabi Muhammad –shallâLlâhu ‘alaihi wa sallam-, kelahiran sosok agung pembawa risalah Islam yang diutus Allah –Ta’âlâ– untuk seluruh umat manusia (kâffata li al-nâs, lihat: QS. Saba’ [34]: 28) dan sebagai rahmat bagi semesta alam (lihat: QS. Al-Anbiyâ’ [21]: 107). Perhatian kaum Muslim terhadap momentum peringatan maulid, diakui sebagai salah satu bentuk ekspresi kecintaan (mahabbah) terhadap beliau –shallâLlâhu ‘alaihi wa sallam-, dimana kecintaan (mahabbah) tersebut memang wajib ditumbuhkan dan dipupuk, serta dibuktikan dengan benar sesuai taujih nabawi itu sendiri, bagaimana sebenarnya mendudukkan persoalan mahabbah ini dalam persepektif nabawi?