Tsaqafah

SISI LAIN REKOMENDASI MUKTAMAR INTERNASIONAL FIQIH PERADABAN

Rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban yang dibacakan pada acara puncak Harlah 1 Abad NU dengan tegas menolak Khilafah dan mendukung PBB. (https://www[dot]nu[dot]or[dot]id/internasional/rekomendasi-muktamar-internasional-fiqih-peradaban-i-menolak-khilafah-mendukung-pbb-BXgyN).

Piagam rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I ini tersedia dalam 2 versi bahasa, yaitu Bahasa Arab dan Indonesia. Piagam ini dibacakan oleh KH Musthofa Bisri (Gus Mus) dan Yenny Wahid di acara Puncak Resepsi Harlah 1 Abad NU yang digelar di Gelora Delta Sidoarjo, Selasa (7/2/2023).

Kutipan paragraf pertama berbunyi, “Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fiqih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara Khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat”

Kutipan dalam piagam tersebut menegaskan tiga aspek penting:

Pertama, pengakuan bahwa khilafah memang bukan sesuatu yang baru, apalagi dianggap tidak ada di dalam kitab-kitab fiqih para ulama. Asal usul kata khilafah, kembali kepada ragam bentukan kata dari kata kerja khalafa, jika khalifah adalah sosok subjek pemimpin, maka istilah khilafah digunakan untuk mewakili konsep kepemimpinannya. Istilah khalifah, imam dan amirul mukminin adalah kata yang sinonim. Demikian juga dengan istilah khilafah dan Imamah. (Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin wa Umdah al-Muftin, juz X, hlm. 49; Khatib al-Syarbini, Mughn al-Muhtaj, juz IV, hlm. 132)

Imam al-Mawardi mendefinisikan khilafah sebagai,

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به
“Imamah itu menduduki posisi untuk khilafah nubuwwah dalam menjaga agama serta politik yang sifatnya dunia” (Ali bin Muhammad al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hlm. 5)

Adapun Imam al-Juwaini memberikan definisi,

الإمامة رياسة تامة، وزعامة تتعلق بالخاصة والعامة في مهمات الدين والدنيا
“Imamah itu adalah kepemimpinan yang sifatnya utuh, dan kepemimpinan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum dan khusus dalam urusan-urusan agama maupun dunia.” (Abu al-Ma’ali al-Juwaini, Ghiyats al-Umam fi al-Tiyatsi al-Dzulam, hlm.15)

Kedua, pengakuan bahwa khilafah bukan pendapat baru dari ormas atau kelompok tertentu, melainkan pendapat para ulama sebagaimana termaktub dalam kitab fiqih mereka. Bukti bahwa khilafah adalah ajaran Islam yang mulai dapat kita jumpai dalam banyak kitab para ulama.
(1) Khilafah adalah kewajiban paling penting. Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya menyebutkan,

اعلم أيضا أن الصحابة رضوان الله تعالى عليهم أجمعين أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب بل جعلوه أهم الواجبات
“Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para sahabat ra. telah berijmak (konsensus) bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian adalah kewajiban, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang terpenting.” (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Shawaiq al Muhriqah, juz 1, hlm. 25)

(2) Khilafah adalah metode dalam menegakkan hudud (hukum-hukum) Allah. Ulama nusantara syaikh Abu al-Fadhal al-Sinori menyatakan,

وإنما يجب على المسلمين نصب الإمام ليقوم بمصالحهم كتنفيذ أحكامهم، وإقامة حدودهم، وسد ثغورهم، وتجهيز جيوشهم، وأخذ صدقاتهم إن دفعوها، وقهر المتغلبة والمتلصصة وقطاع الطريق، وقطع المنازعات بين الخصوم، وقسم الغنائم وغير ذلك، إذ لا يتم جميع ذلك إلا بإمام يرجعون إليه في أمورهم.

“Wajibnya kaum muslim mengangkat seorang imam/khalifah tidak lain adalah agar ia mengurusi berbagai kemaslahatan mereka. Seperti menjalankan hukum-hukum Islam, menegakkan hudud, menjaga perbatasan wilayah kekuasaan serta menyiapkan pasukan umat Islam, menarik zakat mereka jika mereka menolak membayarkannya, memaksa tunduk kaum pembangkang, perampas hak, dan pembegal, melerai persengketaan mereka-mereka yang bersengketa, membagi-bagikan ghanimah (harta rampasan perang), dan lain-lain. Karena kesemuanya itu tidak akan bisa sempurna terlaksana kecuali dengan keberadaan seorang imam/khalifah yang menjadi tempat kembalinya segala urusan mereka.”(Abu al-Fadhal al-Sinori, al-Durr al-Farid, hlm. 476)

(3) Khilafah adalah syiar paling agung. Ulama kontemporer syaikh Prof. Dr. Mushthafa Dib al-Bugha dalam al-Fiqh al-Manhajiy ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i menyampaikan bahwa mengangkat khalifah adalah syiar paling agung dari syiar-syiar Islam,

تنصيب الإمام بهذا الشكل الذي رأيت، ولتحقيق المهام التي تحدثنا عنها واجب متعلق بأعناق المسلمين حيثما كانوا، فإن لم ينهضوا به تحقيقا لأمر الله عز وجل باؤوا جميعا بإثم كبير، إذ هو ـ بالإضافة إلي الضرورات الدينية والاجتماعية والسياسية المختلفة ـ شعيرة كبري من شعائر الإسلام التي يجب أن تكون بارزة حية في بلاد المسلمين.

“Mengangkat seorang Imam (sebutan bagi khalifah) dengan format yang telah anda lihat di atas, dan demi merealisasikan kepentingan-kepentingan yang telah kami bicarakan sebelumnya, hukumnya adalah wajib, melekat di leher kaum muslim di manapun mereka berada. Jika mereka tidak bangkit untuk itu, demi merealisasikan perintah Allah ‘azza wa jalla, maka mereka semuanya akan tertimpa dosa besar. Karena ia -selain terkait berbagai urusan agama, sosial, dan politik yang bersifat darurat- merupakan sebuah syiar yang paling agung di antara syiar-syiar agama Islam yang harus tampak dan hidup di negeri-negeri kaum muslim.” (Mushthafa Dib al-Bugha, dkk, al-Fiqh al-Manhajiy ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i, jilid 3, hlm. 451)

(4) Khilafah adalah mahkota kewajiban. Para ulama menyebut kewajiban mengangkat imam (khalifah) dan menegakkan khilafah adalah sebagai mahkota kewajiban (tajj al-furudh). Misalnya syaikh Dr. Muhammad al-Zuhaili, dalam kitabnya al-Wasith menyatakan, “Daulah Islam adalah al-taj (mahkota) yang berada di atas semua hukum syara’. Tak ada majal (tempat) untuk menerapkan Islam yang sempurna kecuali dengan menegakkan daulah Islam.” (Muhammad al-Zuhaili, al-Wasith fi al-Fiqh asl-Syafi’i, juz 2, hlm. 693)

Ketiga, pengakuan bahwa khilafah adalah kepemimpinan tunggal dunia, bahkan dihadapkan dengan PBB yang juga level dunia. Hal ini selaras dengan definisi para ulama muta’akhirin,

الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم

“Khilafah adalah kepemimpinan yang sifatnya umum bagi kaum muslim secara keseluruhan di dunia untuk menegakkan hukum syara’ serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” (Mahmud Abd al-Majid Al Khalidi, Qawa’id Nizham al-Hukm fi al-Islam, hlm. 225-230)

Tentang kepemimpinan tunggal, imam al-Mawardi di dalam kitab al-Ahkam al-Shulthaniyah mengatakan,

وإذا عقدت الإمامة لإمامين في بلدين لم تنعقد إمامتهما لأنه لا يجوز أن يكون للأمة إمامان في وقت واحد وإن شذ قوم فجوزوه

“Apabila akad Imamah ditetapkan untuk dua imam di dua negeri, maka keimamahan keduanya tidak sah. Karena, tidak boleh ada dua imam bagi ummat pada satu waktu, meskipun ada segolongan orang nyeleneh yang membolehkannya.” (Ali bin Muhammad Al-Mawardi, al-Ahkam, hlm. 29)

Hal itu dapat dipahami juga dari tujuan kepemimpinan khilafah dalam Islam, yang mencakup: visi melanjutkan kehidupan Islam (isti’naf al-hayah al-Islamiyyah), menyatukan kaum muslim di seluruh penjuru dunia di atas asas akidah Islam, dan menegakkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Adapun isi dari Piagam Rekomendasi tersebut berpihak pada kepemimpinan PBB dan menolak khilafah atas dasar maqashid syariah, itu merupakan topik lain. Catatan kritiknya terpisah. Umat Islam seharusnya kembali kepada sumber turats islami yang sebenarnya, sebagaimana diwasiatkan para ulama, bukan malah menjadi pengikut peradaban Barat.

9 Februari 2023
Yuana Ryan Tresna

Source Facebook

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *