Hadits

MEMBANDINGKAN KITAB FIQH BULUGH AL-MARAM DENGAN KITAB SYARAH PENDAHULUNYA

Kitab Fiqh Bulugh al-Maram akhir-akhir ini banyak dicari sebagai syarahan atas Bulugh al-Maram karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah ta’ala. Kenapa banyak dicari? Alasan paling kuat adalah karena kitab ini disusun berdasarkan fikih Madzhab Syafi’i. Memang unik untuk Bulugh al-Maram ini, dimana kita sulit mendapatkan syarahan dalam fikih Madzhab Syafi’i. Padahal al-Hafizh Ibnu Hajar sendiri adalah bermadzhab Syafi’i.

Sebelum mereview kitab beliau, kita akan menelaah dulu kitab-kitab syarah sebelumnya yang pernah ada. Saya tidak akan membahas semuanya, melainkan hanya sebagian saja.

Syarah yang selama ini masyhur adalah:
1. Al-Badr al-Tamam karya al-Qadhi al-Husain bin Muhammad al-Maghribi. Kitab ini dikenal karena dipopularkan oleh Al-Shan’ani, penulis kitab Subul al-Salam. Dalam pendahuluannya, ia mengaku bahwa kitab Subul al-Salam hanya ringkasan dari kitab al-Badr al-Tamam.
2. Subul al-Salam karya Imam Muhammad bin Isma’il al-Shan’ani. Metodologi imam al-Shan’ani dalam mensyarah tidak terikat dengan madzhab tertentu. Kajian beliau lintas madzhab, bahkan beliau disebut sebagai mujtahid yang independen.
3. Ibanah al-Ahkam karya Syaikh Husain Sulaiman al-Nauri dan Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki. Kalangan pesantren lebih popular dengan kitab syarah yang satu ini. Model pembahasannya ringkas dan sistematis. Di setiap hadits, penulis memberi penjelasan makna ijmal (maksud dari hadits secara umum), analisis linguistik, dan fiqh al-hadits (kesimpulan hukum dan hikmah yang bisa ditarik dari hadits tersebut).

Syarah lain termasuk yang terbaik adalah:
1. I’lam al-Anam karya Syaikh Dr. Nuruddin ‘Itr dengan metode shina’ah haditsiyyah dan fiqh muqaranah yang sangat kental. Aspek shina’ah haditsiyyahnya benar-benar memanjakan para pengkaji hadits. Dalam fikih perbandingannya, beliau menguatkan Madzhab Hanafi. Terdapat analisis linguistik (termasuk tentang i’rab dari hadits), balaghah, asbab al-wurud, pandangan ulama fiqih terkaih hukum yang disimpulkan dari hadis tersebut, kajian sanad, matan dan rawi hadits dibahas secara detail. Dengan membaca kitab ini, dengan mudah kita akan mengetahui hadits ini ditulis dalam kitab hadits apa saja dan di nomor berapa.
2. Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram karya Syaikh Abdullah bin Abd al-Rahman al-Bassam. Sistematika penulisannya hampir sama dengan penulis lainnya. Dalam setiap hadits, kajian syarhnya disusun sebagai berikut: darajat al-hadits (tingkat validitas hadits), mufaradat al-hadits (kosa-kata dari hadits yang kurang popular), dan ma yu’khadz min al-hadits (apa yang bisa disimpulkan dari hadits tersebut), dan di sini ia memberi kesimpulan hukum dari hadits yang dibahas.
3. Dll.

Sebenarnya ada ulama yang mensyarah dengan fikih madzhab Syafi’i, yakni:
1. Nail al-Maram Syarh Bulugh al-Maram karya ulama Mosul -kota terbesar ketiga di Irak setelah Baghdad dan Basra- bernama Syaikh Muhammad bin Yasin bin Abdullah. Kitab syarah ini adalah kitab syarah Bulugh al-Maram yang hanya mengutip pandangan ulama madzhab Syafi’i. Namun karya ini kurang popular.
2. Misbah al-Zhalam karya ulama Nusantara KH. Muhammad Muhadjirin Bekasi. Ia bahkan salah satu murid kesayangan Syekh Yasin Al-Fadani, seorang ulama masyhur asal Padang. ketika mulai menjelaskan sebuah hadits, Syekh Muhadjirin sepertinya tidak mempunyai sistematika perbahasan yang baku. Kajian haditsnya sederhana dan lebih fokus pada aspek fikihnya. Karya ini tidak mu’tabar dan mu’tamad karena tidak mewakili pendapat mu’tamad dalam Madzhab Syafi’i.

Membaca Kitab Fiqh Bulugh al-Maram karya Syaikh Dr. Muhammad al-Zuhaili

1. Sistematika: beliau menyusun kitab syarahnya dengan sistematis dan konsisten mulai dari menjelaskan lafazh hadits yang dianggap penting, menjelaskan sabab wurud hadits, menjelaskan fikih dan hukumnya.
2. Metodologi: kitab beliau lebih memfokuskan pada aspek fikih dan hukum, sedangkan kajian haditsnya sangat minim. Hampir tidak ada kajian haditsnya kecuali pada hadits yang dianggap bermasalah. Itupun hanya menjelaskan derajat hadits dan komentar singkat para ulama.
3. Referensi Umum: beliau merujuk pada kitab-kitab induk hadits (mashadir al-ashliyyah) ketika menjelaskan takhrijnya dan merujuk beberapa kitab fikih Madzhab Syafi’i dalam menjelaskan fikihnya.
4. Referensi syarah hadits: untuk referensi syarahnya, beliau banyak mengutip syarahan Imam al-Nawawi atas Shahih Muslim, Fath al-Bari atas Shahih al-Bukhari, dan Badzl al-Majhud syarah atas Sunan Abi Dawud.
5. Referensi fikih: untuk referensi fikih, beliau banyak mengutip pada kitab al-Majmu’ dan al-Muhadzdzab, Fath al-Alam, dan sesekali mengutip Mughni al-Muhtaj, Hasyiyah Qulyubi, al-Hawi, Nail al-Authar, dll.

Tanggapan saya:
> Kelebihan: Kitab ini mudah dipahami, sistematis, dan baik untuk bahan mengajar fikih hadits ahkam berdasar Madzhab Syafi’i.
> Kekurangan: Kajian shina’ah haditsiyyah terlalu senderhana, sehingga tidak memberikan banyak faidah dalam kajian haditsnya, tidak menampilkan fikih perbandingan, serta kurang menampilkan referensi utama yang muktamad dalam Madzhab Syafi’i kecuali kitab al-Muhadzdzab.
> Kesimpulan: Kitab Fiqh Bulugh al-Maram ini akan sangat memberikan faidah jika digabungkan dengan dua kitab lain yaitu I’lam al-Anam dan Ibanah al-Ahkam. Ketiganya akan saling melengkapi.

29 Januari 2022,
Yuana Ryan Tresna

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *