Tsaqafah

Belajar Sungguh-Sungguh dalam Senyap

Ada beberapa hal yang hendak saya sampaikan kepada para penuntut ilmu:

Pertama, belajar selagi masih muda.

Ada sebuah pesan indah yang disampaikan oleh Sayidina Umar bin al-Khaththab ra. dalam kitab Sahih al-Bukhari,

تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا

“Belajarlah sebelum kamu diangkat menjadi pemimpin.”

Maksud Sayidina Umar adalah belajarlah sebelum kamu disibukkan dengan urusan kepemimpinan. Sebab, orang yang disibukkan dengan urusan kepemimpinan akan makin sulit meluangkan waktu untuk belajar ilmu agama.

Abu Ubaid dalam kitabnya Gharib al-Hadits menafsirkan ucapan Sayidina Umar sebagai berikut,

مَعْنَاهُ تَفَقَّهُوا وَأَنْتُمْ صِغَارٌ قَبْلَ أَنْ تَصِيرُوا سَادَةً فَتَمْنَعُكُمُ الْأَنَفَةُ عَنِ الْأَخْذِ عَمَّنْ هُوَ دُونَكُمْ فَتَبْقُوا جُهَّالًا

“Maknanya: belajarlah ilmu agama ketika kamu masih kecil (muda) sebelum kamu menjadi pemimpin lalu rasa gengsi menghalangimu belajar dari orang yang berada di bawahmu, sehingga kamu pun tetap menjadi orang bodoh.”

Kedua, belajarlah meskipun sudah menjadi pemimpin dan sudah tua.

Terkait perkataan Sayidina Umar tersebut, Imam al-Bukhari menambahkan,

وَبَعْدَ أَنْ تُسَوَّدُوا وَقَدْ تَعَلَّمَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كِبَرِ سِنِّهِمْ

“Dan juga setelah diangkat menjadi pemimpin, dahulu para sahabat Nabi saw. pun belajar saat usia tua.”

Maksud imam al-Bukhari adalah belajarlah meskipun kamu sudah menjadi pemimpin. Jangan segan-segan untuk datang ke majelis ilmu meskipun kamu sudah menjadi pemimpin. Bahkan jika kamu sudah tidak lagi menjadi pemimpin, jangan malu untuk kembali ke majelis ilmu.

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata,

وَإِنَّمَا عَقَّبَهُ الْبُخَارِيُّ بِقَوْلِهِ وَبَعْدَ أَنْ تُسَوَّدُوا لِيُبَيِّنَ أَنْ لَا مَفْهُومَ لَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَفْهَمَ أَحَدٌ مِنْ ذَلِكَ أَنَّ السِّيَادَةَ مَانِعَةٌ مِنَ التَّفَقُّهِ وَإِنَّمَا أَرَادَ عُمَرُ أَنَّهَا قَدْ تَكُونُ سَبَبًا لِلْمَنْعِ لِأَنَّ الرَّئِيسَ قَدْ يَمْنَعُهُ الْكِبْرُ وَالِاحْتِشَامُ أَنْ يَجْلِسَ مَجْلِسَ الْمُتَعَلِّمِينَ

“Maksud al-Bukhari menambahkan pesan ‘dan juga setelah diangkat menjadi pemimpin’ adalah untuk menjelaskan bahwa ucapan Umar tidak boleh dipahami sebaliknya. Ia khawatir ada orang yang memahami bahwa menjadi pemimpin berarti berhenti dari belajar ilmu agama. Yang dimaksud Umar hanyalah kepemimpinan berpeluang besar menjadi sebab penghalang dari belajar ilmu agama. Sebab, seorang pemimpin bisa jadi merasa malu (gengsi) untuk duduk di majlis para santri.” (Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, 1/166)

Ketiga, serius dan bersungguh-sungguhlah dalam senyap.

Menuntut ilmu adalah jalan menggapai rida-Nya. Namun Allah ingin melihat kesungguhan kita dalam menapaki jalan menuju keridaan-Nya.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang bersungguh-sungguh di antara kamu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran: 142)

Pepatah Arab mengatakan,

وما اللذة إلا بعد التعب

“Tiada kelezatan kecuali setelah kelelahan.”

Jadi jika kita berangan-angan hidup tanpa ujian, perjuangan, dan susah-payah, sebenarnya jalan siapa yang mau kita ikuti?

Keseriusan dalam belajar itu tidak perlu selalu heboh apalagi harus selalu di depan sorot kamera. Ada sebuah pepatah Arab yang bagus menjadi renungan,

اعمل بجد في صمت ودع نجاحك يصنع الضجة

“Bekerja-keraslah dalam diam dan biarkan kesuksesanmu yang membuat gaduh (nyaring).”

Keempat, munajat dalam doa dan saling mendoakan.

Para pelajar harus selalu berdoa, memohon futuhnya ilmu kepada Allah. Karena Allah-lah yang memiliki semua ilmu dan memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Juga tidak lupa saling mendoakan di antara kita.

Semoga kita ada dalam rida-Nya, yang salah satu sebabnya adalah belajar tsaqafah Islam.

 

Yuana Ryan Tresna

Kairo, 14 Syawwal 1444

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *