Hadits
Kajian Hadits dan Ilmu Hadits
-
Bolehkah Wanita Muslimah Berhias?
Salah satu fitrah yang dianugerahkan Allah kepada manusia adalah kecenderungan untuk menyukai keindahan, kebersihan, dan kerapian. Kecenderungan-kecenderungan ini merupakan sifat-sifat yang tidak mungkin dihapuskan dari diri manusia. Oleh karena itu, Islam telah mensyariatkan sejumlah hukum yang berhubungan dengan fitrah-fitrah tersebut. Misalnya, Islam telah mewajibkan mandi bagi orang yang berhadats besar, dan wudlu’ bagi orang yang berhadats kecil. Islam juga mewajibkan kaum Muslim untuk membersihkan najis yang mengenai badan, pakaian, dan tempat tinggalnya. Lebih dari itu, Islam juga mengatur hukum-hukum yang berkaitan dengan menghias diri, memakai wewangian, berbusana, dan lain sebagainya.
-
Manhaj Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani dalam Hadits
MANHAJ SYAIKH TAQIYYUDDIN AL-NABHANI DALAM HADITS Oleh: Yuana Ryan Tresna Ekstraksi Pemikiran Menarik ketika menelaah Bab Ilmu Hadits dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz 1. Setelah saya kaji dan bandingkan dengan kitab-kitab turats, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa itu adalah hasil ekstraksi al-‘allamah al-syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani rahimahullahu ta’ala dari gagasan lima ulama besar: al-hafizh al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Kifayah fi Ilm al-Riwayah, al-hafizh Ibnu Shalah dalam Ma’rifah ‘Anwa’ Ilm al-Hadits, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Nuz-hah al-Nazhar dan al-Nukat, al-hafizh al-Suyuthi dalam Tadrib al-Rawi, dan al-hafizh al-Dzahabi dalam al-Ruwah al-Tsiqat.
-
Fathimah tidak Haidh?
Ada beberapa riwayat yang menyebutkan keutamaan Fatimah radhiyallahu ‘anha, yang menjelaskan bahwa beliau tidak mengalami haidh. Diantaranya hadits, ابنتى فاطمة حوراء آدمية لم تحض ولم تطمث وإنما سماها الله تعالى فاطمة لأن الله تعالى فطمها ومحبيها عن النار “Putriku Fathimah manusia bidadari. Tidak pernah haidh dan nifas. Allah menamainya Fathimah, karena Allah menyapihnya dan menjauhkannya dari neraka.” Sebenarnya hadits ini dihukumi dhaif oleh kebanyakan ulama hadits, namun sekedar i’tibar bisa kita perhatikan. Misal ketika menjelaskan contoh masa maksimal suci yang tak terbatas waktu. Ada beberapa wanita yang sucinya lama sekali. Seperti perempuan-perempuan Damaskus. Nah salah satunya juga riwayat Fathimah tersebut di atas, bahwa beliau tidak haidh.
-
Gharami Shahih, Qasidah tentang Musthalah Hadits
Hebatnya qasidah ini, meski hanya 20 bait, tapi Imam besar sekelas Syarafuddin al-Yunini (701 H) dan Syarafuddin al-Dimyathi (705 H) membaca kitab ini kepada penulisnya Imam Ahmad bin Farah al-Isybili al-syafi’i (699 H) Diantara baitnya: غرامي صحيح و الرجا فيك معضل و حزني و دمعي مرسل و مسلسل “Cintaku padamu benar, tapi harapanku kepadamu telah terputus. Kesedihanku dan air mataku terus mengalir berkelanjutan tanpa terputus.”
-
PERJALANAN CINTA
Hal terpenting dalam mengkaji kitab ilmu hadits bukanlah selesainya membaca kitab, melainkan tumbuhnya rasa cinta, kerinduan, dan rasa penasaran. Cinta terhadap hadits Rasulullah, rindu meneladani perjalanan hidupnya, dan penasaran mengkaji lebih dalam ilmunya. Kalau tanpa cinta, al-Khathib al-Baghdadi tidak akan melakukan perjalanan heroik. Dalam kitabnya ar-Rihlah fi Thalab al-Hadits mengisahkan perjalanan panjang menuntut ilmu, mencari kebenaran. Menyusuri kota-kota yg berjauhan demi memastikan apakah benar itu sabda Rasulullah ﷺ.
-
Kehujjahan Hadits Puasa Enam Hari Bulan Syawal
Oleh: Yuana Ryan Tresna (Catatan Tahun 1439 H) Ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa hadits puasa enam hari di bulan Syawal adalah dhaif dan tak layak diamalkan. Benarkah demikian? Jika kita mengkaji hadits ini, maka akan tampil peta pembahasan yang amat panjang dan cukup melelahkan. Belum lagi kalau ditinjau dari sisi fiqihnya. Berikut adalah deskripsi ringkasnya: Pertama, hadits Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ» Hadits dari Abu Ayyub ini diriwayatkan dengan empat jalan.
-
Memaknai Hadits Kembalinya Khilafah
Oleh: Yuana Ryan Tresna Hadits yang mengabarkan berita gembira tentang kembalinya Khilafah sangatlah banyak. Tidak benar bahwa hadits bisyarah nabawiyyah (kabar gembira kenabian) akan datangnya khilafah hanya didasarkan pada hadits riwayat Imam Ahmad. Masih banyak hadits lain yang secara makna sejalan dengan hadits tersebut. Misalnya hadits riwayat Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban tentang khalifah di akhir zaman yang akan ‘menumpahkan’ harta yang tidak terhitung jumlahnya; hadits tentang akan datangnya khilafah di Baitul Maqdis (HR Abu Dawud, Ahmad, ath-Thabarani, al-Baihaqi); juga hadits tentang kekuasaan umat Nabi Muhammad yang akan melinggkupi dari timur hingga barat (HR Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud). Hadits-hadits ini didukung oleh banyak hadits lain dengan makna yang sama, seperti masuknya Islam…
-
MANHAJ SIRAH NABAWIYYAH DAN TARIKH ISLAM
(Memahami Kehujjahan Sirah Nabawiyah dan Metode Dakwah Nabi) Oleh: Yuana Ryan Tresna Sebagian kalangan mengatakan bahwa Sirah Nabawiyyah tidak bisa dijadikan dalil, termasuk dalil bagi metode dakwah Nabi ﷺ. Untuk menjawab hal itu dapat kita kembalikan pada dua hal: (1) sirah nabawiyyah adalah bagian dari hadits yang pengujiannya sama dengan menguji riwayat hadits, dan (2) metode dakwah Nabi juga termaktub pada kitab-kitab hadits induk yang maqbul. Sirah Nabawiyyah Bagian dari Hadits Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani رحمه الله dalam kitabnya, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz I hlm. 351 menyatakan bahwa sirah adalah bagian dari hadits. Sirah pada dasarnya mengabarkan perbuatan, perkataan, ketetapan dan sifat Nabi ﷺ. Sirah adalah sumber hukum syariah sebagaimana Alquran. Karena faktanya objek yang dikabarkan…
-
APAKAH HADITS KABAR GEMBIRA AKAN KEMBALINYA KHILAFAH DHA’IF?
Oleh Yuana Ryan Tresna Sebelum kami, ada yang telah menulis bantahan terkait topik ini. Namun tak salah penulis memberikan tanggapan secara lebih fokus dan jelas pada aspek yang berbeda, yakni kritik sanad hadits. Jikia tuduhan diarahkan pada aspek kritik matan, sangatlah lemah dan sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan. Adapun terkait kritik sanad, ini juga sangat tergesa-gesa, dan membuktikan yang bersangkutan awam terhadap ilmu hadits, khususnya ilmu al-jarh wa al-ta’dil. Masih menurut Nadirsyah dalam catatan terdahulunya, bahwa hadits yang dijadikan landasan utama oleh pendiri HT itu jika dilakukan penelaahan akan tampak jelas bahwa dalam perspektif kritik sanad hadits tersebut ternyata ada seorang rawi bernama Habib bin Salim al-Anshari yang dipertanyatakan dan…
-
Muqaranah Syarah Hadits dari Ragam Madzhab (Aplikasi Kaidah Qath’iyyah Al-Wurûd wa Al-Dilâlah)
Oleh: Yuana Ryan Tresna Pendahuluan Pembahasan hukum dalam kitab-kitab syarah Hadits, khususnya syarah al-kutub al-sittah, pada umumnya memiliki corak pemikiran hukum sesuai dengan madzhab penulisnya, karena setiap penulis kitab syarah Hadits akan menggali kandungan hukum dalam Hadits-Hadits yang mereka syarah berdasarkan pola ijtihad madzhabnya. Mengingat ushul fiqh dalam satu madzhab berbeda dengan ushul fiqh di madzhab lain, maka dipastikan aplikasi kaidah qath’iyyah al-wurûd wa al-dilâlah dalam syarah Hadits berbeda-beda. Sehubungan dengan itu, maka kitab-kitab syarah Hadits yang diteliti dalam tulisan ini dipilih empat kitab syarah Hadits yang ditulis oleh para ulama yang dapat mempresentasikan madzhab masing-masing. Dari madzhab Hanafi dipilih kitab `Umdat al-Qârî Syarah Shahîh al-Bukhâri karya Al-`Ayni (w. 855 H), dari madzhab Maliki dipilih…