Uncategorized

KITA MEMERLUKAN IJTIHAD ULAMA DAN PENGAMALAN FIKIH, BUKAN FIKIH ALTERNATIF

Ramai di pemberitaan bahwa menurut Menag RI, dunia membutuhkan fikih alternatif. Setelah saya mencermati maksud dari fikih alternatif bukanlah ijtihad pada perkara-perkara baru, melainkan menyesuaikan fikih Islam agar adaptif dengan perkembangan zaman.

Menag Yaqut menyebut ada empat alasan yang mendasari pentingnya rekontekstualisasi ortodoksi Islam. Keempat alasan yang disampaikan tidak lebih dari sebuah ketundukan pada realitas, usaha menjunjung tinggi nilai yang dianggap nilai universal, menampilkan wajah baru Islam.

Sebenarnya dunia tidak membutuhkan apa yang disebut dengan rekontekstualisasi ortodoksi Islam. Dunia justru membutuhkan ijtihad para ulama pada masalah baru yang muncul dan pengamalan produk ijtihad tersebut (fikih) secara sempurna.

Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani rahimahullahu ta’ala dalam Syariatullah al-Khalidah (hlm.7) mennjelaskan,

فلو أنّ المسلمين ( اليوم ) عملوا بأحكام الفقه والدين كما كان آباؤهم لكانوا أرقى الأمم وأسعد الناس!

“Sekiranya kaum muslimin hari ini menerapkan hukum-hukum fikih dan agama (Islam) sebagaimana para pendahulu mereka, niscaya mereka akan menjadi umat yang terdepan dan paling bahagia.”

Fikih itu sudah ada sejak zaman shahabat radhiyallahu ‘anhum, dan kodifikasinya dilakukan pada zaman setelahnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullahu ta’ala mengatakan,

فَمِمَّا حَدَثَ تَدْوِينُ الْحَدِيثِ ثُمَّ تَفْسِيرُ الْقُرْآنِ ثُمَّ تَدْوِينُ الْمَسَائِلِ الْفِقْهِيَّةِ الْمُوَلَّدَةِ عَنِ الرَّأْيِ الْمَحْضِ ثُمَّ تَدْوِينُ مَا يَتَعَلَّقُ بِأَعْمَالِ الْقُلُوبِ فَأَمَّا الْأَوَّلُ فَأَنْكَرَهُ عُمَرُ وَأَبُو مُوسَى وَطَائِفَةٌ وَرَخَّصَ فِيهِ الْأَكْثَرُونَ وَأَمَّا الثَّانِي فَأَنْكَرَهُ جَمَاعَةٌ مِنَ التَّابِعِينَ كَالشَّعْبِيِّ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَنْكَرَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ وَطَائِفَةٌ يَسِيرَةٌ وَكَذَا اشْتَدَّ إِنْكَارُ أَحْمَدَ لِلَّذِي بَعْدَهُ

“Termasuk di antara perkara-perkara yang baru muncul adalah: 1) Kodifikasi (pembukuan) hadits; 2) Kodifikasi tafsir al Quran; 3) Kodifikasi masalah-masalah fiqih yang lahir dari pemikiran semata; 4) Kodifikasi perkara-perkara yang berkaitan dengan hati (tazkiyatun nafs).

Poin no. 1 dulu ditolak oleh Umar (bin Khathab), Abu Musa dan sejumlah shahabat lainnya. Tapi sebagian besar membolehkan. Poin no. 2 dulu ditolak oleh sejumlah ulama Tabi’in seperti asy Sya’bi. Poin no. 3 dulu ditolak oleh Imam Ahmad dan sejumlah kecil ulama lainnya. Begitu juga poin-poin setelahnya sangat ditolak oleh Imam Ahmad.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 13/253).

Semua perkara di atas muncul setelah zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan hanya baik, justru perkara-perkara di atas sangat diperlukan oleh umat Islam yang hidup belakangan.

Fikih berkembang di era tabi’in, lalu tabi’ tabi’in, lalu generasi setelahnya. Bahkan dikodifikasi dalam kitab-kitab karya para imam madzhab. Sanad ilmu fikih empat Imam Madzhab adalah dari tabi’in dan dari shababat radhiyallahu ‘anhum.

Sanad fikih Islam dari Madinah bersumber dari Zaid bin Tsabit dan Ibnu Umar, lalu kepada Nafi, Salim, al-Zuhri, Malik, al-Syafi’i dan Ahmad.

Sanad fikih Islam dari Makkah bersumber dari Ibnu Abbas, lalu kepada Amr bin Dinar, Sufyan bin Uyainah, al-Syafi’i dan Ahmad.

Sanad fikih Islam dari Irak bersumber dari Ibnu Mas’ud, lalu kepada Alqamah, Ibrahim, Hamad, Abu Hanifah, Muhammad bin al-Hasan, Malik dan al-Syafi’i.

Fikih adalah ilmu tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ia sudah berkembang dan dikodifikasi (ditadwin) oleh para ulama. Fikih Islam telah menjelma menjadi body of knowledge yang kokoh secara metodologi.

Hal tersebut termasuk konsep terkait pemerintahan/imamah, jihad dan futuhat, konsep al-dar (darul Islam/hijrah, darul kufr/harb), ghanimah, fai’, jizyah, kharaj, dll. Umat akan makin sadar akan kekayaan khazanah fikihnya yang luar biasa. Tugas selanjutnya adalah pengamalan fikih. Jika persoalannya demikian, lantas untuk apa kita masih berbicara fikih alternatif dan rekontekstualisasi fikih? Atau jangan-jangan itu adalah kedok untuk melakukan moderasi dan sekularisasi Islam?

Yuana Ryan Tresna

https://t.me/yuanaryantresna

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *