Hadits

HADITS AL-FASHDU DALAM PENGOBATAN

Oleh: Yuana Ryan Tresna

Telah datang pertanyaan terkait status riwayat al-fashdu (salah satu teknik pengobatan); apakah tertolak atau dapat diterima. Implikasinya adalah terkait boleh tidaknya menyandarkan teknik pengobatan tersebut kepada Nabi dengan menyebut Thibb al-Nabawi. Catatan ini tidak sedang mengomentari efektif tidaknya pengobatan dengan cara al-fashdu. Tetapi hanya melihat dari sisi apakah riwayat terkait al-fashdu dapat diterima atau tidak.

Riwayat al-Fashdu

Ada yang menyebutkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim, dimana Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ أَمْثَلَ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ وَالْفَصْدُ

“Sesungguhnya metode pengobatan yang paling ideal bagi kalian adalah hijamah (bekam) dan fashdu (venesection).”

Redaksi hadits tersebut adalah salah dan harus diluruskan. Adapun yang benar, baik dalam Shahih Bukhari maupun Shahih muslim, yang disebutkan itu adalah (الْقُسْطُ الْبَحْرِيُّ), bukan fashdu (الْفَصْدُ).

Pada Shahih Bukhari Bab Pengobatan,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ ، أَخْبَرَنَاعَبْدُ اللَّهِ ، أَخْبَرَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ ، عَنْأَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ أَجْرِ الْحَجَّامِ، فَقَالَ : احْتَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَجَمَهُ أَبُو طَيْبَةَ، وَأَعْطَاهُ صَاعَيْنِ مِنْ طَعَامٍ، وَكَلَّمَ مَوَالِيَهُ فَخَفَّفُوا عَنْهُ، وَقَالَ : ” إِنَّ أَمْثَلَ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ وَالْقُسْطُ الْبَحْرِيُّ “. وَقَالَ : ” لَا تُعَذِّبُوا صِبْيَانَكُمْ بِالْغَمْزِ مِنَ الْعُذْرَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالْقُسْطِ “.

Dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa dia di tanya mengenai upah tukang bekam, dia menjawab;

“Abu Thaibah pernah membekam Rasulullah ﷺ, lalu beliau memberinya dua sha’ makanan dan meyarankan supaya meringankan beban hamba sahayanya, setelah itu beliau bersabda: “Sebaik-baik sesuatu yang kalian gunakan untuk obat adalah bekam dan terapi kayu gaharu”, beliau juga bersabda: “Dan janganlah kalian sakiti anak kalian dengan memasukkan jari ke dalam mulut.”

Adapun dalam Shahih Muslim,

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ – يَعْنِي الْفَزَارِيَّ – عَنْحُمَيْدٍ ، قَالَ : سُئِلَ أَنَسٌ عَنْ كَسْبِ الْحَجَّامِ، فَذَكَرَ بِمِثْلِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ : ” إِنَّ أَفْضَلَ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ، وَالْقُسْطُ الْبَحْرِيُّ، وَلَا تُعَذِّبُوا صِبْيَانَكُمْ بِالْغَمْزِ “.

Anas ditanya mengenai tukang bekam, lalu dia menyebutkan hadits seperti di atas.

Namun ia menambahkan, “Sesungguhnya bekam dan al-qusth al-bahri (sejenis tumbuhan) adalah pengobatan yang paling utama buat kalian, dan janganlah kalian menyakiti anak-anak kalian dengan ghamz (yaitu memasukkan jari jemari ke kerongkongan seorang anak untuk menghilangkan rasa sakit).”

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari membedakan antara Al Fashdu (الفصد) dan Hijamah (الحجامة ),

فتح الباري لابن حجر (16/ 210)قوله : ( باب الحجامة من الداء ) أي بسبب الداء . قال الموفق البغدادي : الحجامة تنقي سطح البدن أكثر من الفصد ، والفصد لأعماق البدن ، والحجامة للصبيان وفي البلاد الحارة أولى من الفصد وآمن غائلة ، وقد تغني عن كثير من الأدوية

Memang benar bahwa orang Arab itu umumnya hanya mengenal hijamah (bekam) dari pada fashdu,

فتح الباري لابن حجر (16/ 210)ولهذا وردت الأحاديث بذكرها دون الفصد ، ولأن العرب غالبا ما كانت تعرف إلا الحجامة

Lantas apa yang dimaksud dengan (القصط البحري)? Atau sering juga disebut dengan nama (الْقُسْطُ الهندي) atau yang mempunyai nama ilmiah cheilocostus specious.

Ini adalah suatu jenis tumbuhan yang banyak terdapat di India dan Asia. Hadits al-fashdu sebenarnya diriwayatkan oleh Imam Abu Nu’aim dalam kitab Thibb al-Nabawi sebagaimana dirujuk oleh Imam al-Shalihi al-Syamiy dan Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah.

Kedudukan Hadits

Status hadits al fashdu memang dihukumi dha’if oleh beberapa ulama hadits. Tapi riwayat dari Abu Nu’aim ada ulama yang menerima, diantaranya adalah Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah. Riwayatnya diterima oleh beliau dalam kitabnya al-Thibb al-Nabawi.

Di catatan kakinya, disebutkan asal riwayat ada pada al-Thibb al-Nabawi karya Imam Abu Nu’aim. Di kitab ath-Thibb an-Nabawi dan Zad al-Ma’ad disebutkan,

زاد المعاد (4/ 49)وقد روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال خير ما تداويتم به الحجامة والفصد وفي حديث خير الدواء الحجامة والفصد . انتهى

Riwayat tersebut diterima pula oleh Imam al-Shalihi al-Syamiy dalam kitabnya, Subul al-Huda wa al-Rasyad,

سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد (12/ 149)وروى أبو نعيم في الطب عن علي – رضي الله تعالى عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: (خير ما تداويتم به الحجامة والفصاد).

Artinya, mengatakan riwayat al-fashdu tertolak secara mutlak atau tidak ada asal usulnya adalah ungkapan yang berlebihan.

Tentang Thibb al-Nabawi

Thibb al-Nabawi bisa dimaknai 2 hal:

Pengobatan yang dilakukan Nabi ﷺ/terjadi pada masa Nabi ﷺ, atau pengobatan yang sesuai manhaj pengobatan Nabi ﷺ.

Kalau dimaknai yang pertama, maka teknik pengobatan dan obat yang dikembangkan oleh ilmuan muslim setelah masa Nabi ﷺ tidak bisa disebut Thibb al-Nabawi. Namun kalau dimaknai yang kedua, maka teknik pengobatan dan obat yang dikembangkan oleh ilmuan muslim setelah masa Nabi ﷺ tetap bisa disebut Thibb al-Nabawi selama sesuai manhajnya.

Kalau bicara manhaj, maka perlu dhawabith (ketentuan), yakni diantaranya:

Sesuai ketentuan syariah, pengobatan yang efektif, diutamakan yang halal, dan tidak menimbulkan dharar yang lebih besar.

Dengan dhawabith tersebut maka obat dan teknik pengobatan yang dikembangkan oleh ilmuan muslim sejak era tabi’in, tabi’ tabi’in, dst di masa keemasalan khilafah Islam, adalah juga Thibbun Nabawi. Obat apapun dan teknik pengobatan bagaimanapun seperti teknik bedah atau operasi.

Sebenarnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad ﷺ , Nabi sendiri tidak pernah membuat klasifikasi bahwa ini termasuk Thibb al-Nabawi dan ini bukan. Istilah Thibb al-Nabawi dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13 M untuk memudahkan klasifikasi Ilmu Kedokteran.

Istilah Thibb al-Nabawi dipakai untuk menunjukkan ilmu-ilmu kedokteran yang berada dalam bingkai keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, serta bimbingan al-Quran dan al-Sunnah, yang dibedakan dengan ilmu ilmu kedokterran yang tumbuh liar sehingga bertentangan dengan al-Quran dan al-Sunnah, seperti yang terjadi pada Zaman sebelum datangnya Islam. (Lihat dr. Wadda’ Amani Umar, “Thibb al-Nabawi dan Ilmu Kedokteran, Pengantar dari Buku Keajaiban Thibb al-Nabawi oleh Aiman bin ‘Abdul Fattah).

Adapun kitab yang sering dijadikan rujukan oleh kaum muslim adalah Zad al-Ma’ad karya Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah.Jadi Thibb al-Nabawi sebenarnya merupakan perpaduan disiplin ilmu kedokteran. Ilmu pengetahuan ini pula yang dikembangkan oleh umat Islam ke seluruh penjuru dunia, dari Arab ke Eropa dan ke seluruh negara-negara Barat hingga abad ke 17. Saat itu tidak ada pemisahan antara ilmu kedokteran modern dan ilmu kedokteran tradisional.

Kesimpulan

Meski ada ulama hadits menghukumi riwayat al-fashdu dha’if, tetapi secara “qaulan wa fi’lan”, riwayat al-fashdu yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ juga diterima oleh sebagian ulama seperti Imam Ibnu Qayyim dan Imam Shalihi al-Syamiy. Adapun secara “manhajan”, yang namanya pengobatan, selama sesuai ketentuan syariah, efektif, halal (diutamakan), dan tidak menimbulkan dharar yang lebih besar, termasuk Thibb al-Nabawi. Jangan saling menyalahkan atau saling mengancam masuk neraka. Silahkan saja berobat dengan pengobatan ‘ala Nabi sesuai tafsir masing-masing. Wallahu a’lam.

Bandung, 26 Februari 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *